Toleransi menjadi kunci penting dalam sebuah kesatuan yang penuh keragaman. Hal tersebutlah yang diusung dalam Festival Budaya Kalbis Institute, yang digelar Selasa 8 Juni 2021. Festival yang digelar secara daring tersebut merupakan rangkaian akhir dari mata kuliah Komunikasi Antar Budaya, salah satu mata kuliah di Program Studi Ilmu Komunikasi Kalbis Institute. “Jadi event ini digelar sebagai penilaian akhir (Ujian Akhir Semester) untuk mata kuliah Komunikasi Antar Budaya. Melalui event ini mahasiswa belajar beragam budaya dan belajar menghargai perbedaan. Sehingga mereka memiliki rasa toleransi yang tinggi,” ujar Ketua Program Studi Ilmu Komunikasi Kalbis Institute, Altobeli Lobodally, S.Sos, M.I.Kom.

Festival Budaya Kalbis Institute yang bertajuk Kalbis Institute Culture Festival ini, merupakan event budaya perdana dari mata kuliah Komunikasi Antar Budaya. Event ini rencananya akan digelar setiap tahunnya sebagai proyek akhir mata kuliah Komunikasi Antar Budaya. Pada gelaran perdananya, Kalbis Institute Culture Festival mengambil tema ‘Satu Nusa Satu Bangsa’. “Kami ingin menunjukkan keragaman Budaya kita. Budaya Indonesia. Sehingga mahasiswa bangga dengan budayanya sendiri dan menjadikannya sebagai identitasnya dimanapun mereka berada”, ujar kedua pengampu mata kuliah Komunikasi Antara Budaya Kalbis Institute Heppy N Y Haloho, S.Sos, M.A. dan Satya Candrasari, S.Sos, M.IKom.

Kalbis Institute Culture Festival dimulai dengan tampilan pulau-pulau di Indonesia. Pada bagian setiap pulau kemudian tampak sejumlah mahasiswa yang menunjukkan kain dan pakaian khas daerah yang mewakili setiap pulau tersebut. Pulau terakhir yang muncul adalah Pulau Bali. Kemunculan Pulau Dewata tersebut menjadi penanda munculnya tari Arsa Wijaya dari Bali yang ditarikan salah seorang Dosen Ilmu Komunikasi Kalbis Institute, Agustrijanto, S.H., M.IKom. Gelaran Budaya tersebut kemudian juga diisi dengan penampilan dari sejumlah mahasiswa Kalbis Institute yang menyanyikan lagu-lagu daerah seperti Sajojo, Rasa Sayang Sayange dan Ayo Mama. Pada saat lagu tersebut dinyanyikan juga muncul visualisasi dari sejumlah mahasiswa yang menarikan lagu tersebut. Gelaran Budaya tersebut juga dimeriahkan tarian tradisional dari Unit Kegiatan Mahasiswa yang menarikan Genjring Party dari Jawa Barat.

Disamping pentas seni, acara ini juga menampilkan talk show dari dua orang penggiat Budaya. Dr. Ade Turistiati, seorang penulis buku-buku budaya dan Agil yang merupakan traveler. Keduanya sepakat bahwa toleransi akan memudahkan seseorang untuk tetap dengan identitas dirinya, namun dapat menerima kebudayaan lain dimanapun dirinya berada. Untuk itu generasi muda diajak membudayakan toleransi melalui  3M yakni, mulai dari diri sendiri, mulai dari hal-hal kecil dan mulai dari sekarang. Festival Budaya yang digelar Kalbis Institute ini juga menggandeng AMIKOM Purwokerto dan juga University Kelantan Malaysia. AMIKOM Purwokerto sendiri juga menyuguhkan lagu Ilir-Ilir yang berasal dari jawa Tengah.

“Wah, lega banget akhirnya selesai juga. Padahal tantangannya cukup berat ya membuat event ketika pandemic seperti ini. Tapi kami jadi belajar banyak hal. Tidak hanya mengimplemntasikan materi-materi di kelas saja, namun kami belajar koordinasi. Padahal waktu persiapannya hanya sekitar dua bulan,” ujar Muhammad Farhan dan Kefas, Koordinator Kalbis Institute Culture Festival. Seluruh gelaran festival budaya ini ditutup dengan narasi kecintaan tanah air dan Pancasila sebagai dasar negara dari setiap mahasiswa peserta mata kuliah Komunikasi Antar Budaya. Setelah pembawa acara menutup rangkaian acara sebagai pamungkas pengisi acara kemudian melantunkan Rumah Kita, sebagai bentuk kecintaan akan Indonesia.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *