
Kalian pasti sudah akrab dengan 16 sub sektor industri kreatif yang ditetapkan oleh pemerintah, kan? Kalbis Institute, sebagai school of business yang memiliki program Business in Creative Industries pun turut mendukung mahasiswa dalam mengeskplor 16 subsektor tersebut, salah satunya adalah sub sektor musik.
Adalah Kevin Valeryan, mahasiswa Business in Creative Industries 2017, yang menyalurkan passionnya di bidang musik dengan mengagas band bernama Pinky Walrus. Sebelumnya, kalian sudah kenal atau belum nih dengan Pinky Walrus? Pinky Walrus merupakan sebuah band bergenre psychedelic pop atau pop psikedelis. Pop psikedelis sendiri merupakan sebuah genre musik tahun 1960-an yang gaya musiknya terinspirasi oleh folk psikedelis dan rock psikedelis, tetapi diterapkan pada pengaturan musik pop. Salah satu band yang menggunakan aliran ini adalah The Beach Boys yang menyanyikan lagu “Good Vibrations” (2016) dan Babe Rainbow yang menyanyikan lagu “Many Moons of Love” (2019). Alat musik yang biasa digunakan adalah bass, drum, gitar, dan keyboards.
Pinky Walrus sendiri dikelola oleh Kevin Valeryan (Business in Creative Industries 2017) bersama rekan-rekannya, yaitu Erland, Febio Aldrine Sondakh, dsb. Band ini sudah merilis dua lagu di aplikasi Spotify dengan judul “Ddelusion World” dan “Other Side” dan baru berjalan sejak 2019 lalu. Walau begitu, Pinky Walrus telah berhasil memiliki 16.7 ribu pendengar dan di streams sebanyak 35.2 ribu kali hanya dalam waktu satu tahun!
Bagaimana? Hebat, bukan? Kevin menceritakan awal mula pembantukan Pinky Walrus adalah ketika ia memuat materi lagu dalam bentuk demo, “Awal mulanya itu, gue buat materi abis itu lagu yang masih dalam bentuk demo, gue dengerin ke yang lain dan mereka pun suka, akhirnya kami sepakat untuk membentuk formasi band.”
Asal muasal nama dari Pinky Walrus itu sendiri, yang pertama adalah warna pinknya yang diadopsi dari stimulan orang-orang pada umumnya, bahwa warna pink itu lebih feminin. Sedangkan, Pinky Walrus ingin contradict the ideas bahwa warna itu tidak bisa dilabeli sebagai gender. Untuk Walrusnya sendiri diadopsi dari ide bahwa walrus itu categorized as a vulnerable species atau terancam,”Jadi kami menganggap bahwa kami as a band menjadi vulnerable species juga yaitu likely to become endangered unless the circumstances that are threatening its survival dan reproduction improve, sih. Jadi lebih seperti, karena kita membawa topik yang cukup berat, jadi kita merasa kita harus siap untuk membawa topik ini ke orang-orang lain sesegera mungkin. Kami merasa, kalau masalah ini terbengkalai nantinya, topik ini bakal extinct/punah.” Ujar Kevin.
Sebagai mahasiswa Business in Creative Industries di Kalbis Institute, ada banyak hal yang akhirnya ia pelajari dan aplikasikan dalam mengelola sebuah grup band, “Mungkin secara signifikan saya lebih mengerti teori-teori bisnis industri kreatif yang dapat diaplikasikan ke band kami. Seperti yang sudah saya jelaskan sebelumnya, saya pribadi mendapatkan banyak hal-hal yang dapat diaplikasikan kedalam band saya pada sektor industri kreatif. Ada beberapa aspek yang kami pun tidak aware soal beberapa teori yang harus elaborasi ke band kami, namun perlahan saya belajar untuk mengedepankan aspek-aspek tersebut, sehingga tujuan, komunikasi dapat tercapai.”
Nah, kalau kalian penasaran seperti apa karya Pinky Walrus, yuk streaming sekarang disini dan follow juga instagram mereka www.instagram.com/pinkywalrus !